DISWAY JATENG – Laporan dari World Meteorological Organization (WMO) mengungkapkan bahwa lebih dari 3,6 miliar orang saat ini tidak memiliki akses yang memadai terhadap air bersih. Dan kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050.
Laporan yang berjudul “State of Global Water Resources” yang telah terbit (Jenewa) pada tahun lalu menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air bumi. Salah satu dampak negatif dari krisis iklim adalah semakin parahnya kekeringan.
Selain itu, cuaca yang semakin ekstrim seperti hujan yang terus-menerus dapat menyebabkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Pada saat kekeringan, air bersih menjadi semakin langka. Sementara itu, pada saat banjir, meskipun air melimpah, masyarakat sulit mendapatkan air bersih karena air banjir sudah tercemar.
Baca Juga: Awali Tahun dengan Gowes Cek Banjir, Ganjar: Sudah Banyak yang Surut
Menurut laporan WMO tahun 2021, wilayah Bumi lebih kering dari biasanya, penyebabnya karena perubahan iklim dan peristiwa La Niña. Data hidrologi 30 tahun terakhir menunjukkan banyak wilayah dengan debit aliran sungai jauh dari rata-rata jumlah debit aliran sungai normal.
Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Talaash, menyatakan bahwa meskipun dampak perubahan iklim sudah terasa, masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya pengelolaan air bersih.
Laporan WMO tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan air yang baik dan berkelanjutan. Hal ini bertujuan demi menjaga ketersediaan air dalam tantangan perubahan iklim dan meningkatnya permintaan air karena pertambahan jumlah populasi.
Melihat prediksi krisis air bersih yang WMO sampaikan, Indonesia perlu melakukan pembangunan sektor air bersih dengan membangun sejumlah infrastruktur. Seperti memperluas jaringan perpipaan untuk air bersih bagi warga sebagai tindakan antisipasi untuk menghadapi krisis air bersih masa depan. (*)