Misteri Brug Abang Tegal Saksi Bisu Pembantaian Massal!

Brug Abang Tegal
Brug Abang Tegal

DISWAY JATENG – Brug abang atau jembatan merah yang membelah sungai gung pada Desa Pesayangan Jawa Tengah. Yang merupakan saksi bisu tiga daerah atau pemberontakan si Kutil. Pada bulan November 1945, gerakan pelopor oleh Kutil yang nama aslinya Sakyani. Ia adalah seorang tukang cukur yang dendam kepada para pamong praja dan kepolisian negara bekas pemerintah penjajahan negara Jepang.

Baca Juga : Rutinitas Sebelum Jam 7 Pagi yang Dapat Kamu Lakukan!

Jika kamu melihat secara langsung jembatan atau brug abang tegal tidaklah bercat berwarna merah, namun karena sejarahnya yang kelam. Terjadinya perbantaian pejabat pamong yang dikomando oleh si Kutil, sehingga jembatan itu bernama bruk abang. Karena pada dasarnya warna merah tersebut identik dengan gerakan sosialis atau komunis.

Sasaran pertama gerakan si Kutil ini adalah para pencuri. Kutil dan teman-temannya akan membunuh para pencuri itu di bruk abang. Sasaran kedua adalah pejabat pemerintah daerah pada saat itu, yakni lurah, camat atau wedana. Bahkan gerakan ini menimpa keluarga Kardinah adik kandung Raden Ajeng Kartini. Untungnya Raden Ajeng Kardinah selamat dari peristiwa itu dan dibawa ke Salatiga, padahal beliau sangatlah berjasa kepada masyarakat Tegal. Khususnya dalam bidang kesehatan, karena beliau yang mendirikan Rumah Sakit Kardinah yang berada di Kejambon Tegal. Sasaran ketiga adalah orang-orang Belanda non militer yang masih tinggal pada daerah Tegal.

“Brug abang tempat untuk mengubur dan membunuh para Belanda yang telah terseret paksa pada rumahnya masing-masing. Mereka terbunuh secara sadis oleh kelompok si Kutil, yang telah menyiapkan pembantaian ini pada jam 1 siang. Setelah itu pelaksanaan eksekusi satu-persatu dengan cara yang sangat sadis. Karena saat pembunuhan terjadi tidak melihat jenis kelamin dan usia dari korban-korban tersebut. Kejadian tersebut juga menjadi tontonan masyarakat Tegal dan Kutil memerintahkan mereka untuk bersorak saat eksekusi berjalan,” kata Soeparno Suwarno saksi sejarah.

Para warga mengarak korban-korbannya menuju lokasi jembatan merah atau brug abang. Darah korban pembantaian mengalir ke sungai, sehingga warnai air menjadi merah. Oleh karena itu jembatan tersebut bernama bruk abang.

Baca Juga : 7 Penyesalan Terbesar yang Harus Kamu Atasi Sekarang Juga!

Awasl revolusi merupakan masa bergejolak dan penuh ketidakaturan. Petualangan Sakyani bagaikan pisau bermata dua, satu sisi membawa semangat nasionalisme dan sisi lainnya menggerus martabat pemerintahan. Setelah konsolidasi TKR dan PKR gerakan Kutil ini menganggapnya sebagai pemberontakan dan saat itulah Sakyani di tahan. Namun anehnya saat ia dibawa ke Pekalongan untuk mendapatkan hukuman. Masyarakat Tegal tidak ada yang membelanya, itu tandanya semua tidak sepenuh hati mengikuti perintah dan gerakan separatisme Kutil.

Tanggal 19 Oktober 1946, pengadilan menggelarnya di Pekalongan bagi pelaku tiga daerah termasuk Kutil. Dalam persidang berlangsung Kutil dinyatakan bersalah dan hukuman yang ia dapatkan adalah mati tertembak. Namun eksekusi yang terjadi gagal, karena Belanda melakukan aksi militernya yang pertama di Indonesi. Hingga akhirnya Kutil berhasil kabur ke Jakarta dan ia hidup seperti orang biasa.

Beberapa tahun kemudian ada orang Slawi melihat keberadaan Kutil, sehingga tentara Belanda menangkapnya dan menyerahkan Sakyani ke TKR. Tanggal 1 Agustus 1950, Kutil mengajukan permohonan grasi secara langsung kepada presiden Soekarno. Akan tetapi permohonan tersebut tertolak, hingga tepat pada 5 Mei ia berhadapan langsung ke regu tembak. Pada pesisir pantai Pekalongan dengan mata terbuka Kutil tertembak oleh regu algojo. (*)